Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 674



Bab 674

Di bawah cahaya api, laut terlihat seperti monster yang sedang mengaum.

Eri menjelaskan apa yang sudah terjadi. “Nyonya, sebelum orang–orang kita mendekat, sudah terdengar suara ledakan dari arah Tuan Muda Harvey berada. Saat kami tiba, situasinya sudah nggak terkendali dan kami nggak membawa masker gas. Selain itu, kobaran apinya terlalu besar dan ada penembak jitu di kejauhan, jadi….”

Eri terlihat sangat menyesal. Dia sungguh tidak menyangka bahwa musuh akan begitu kejam sampai membuat rentetan jebakan. Sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk hidup.

Mereka memanfaatkan Harvey yang ingin menangkap mereka hidup–hidup dan membuat rencana untuk menjebak Harvey.

hesar

Ellia terlihat masam dan berkata, “Kudengar beberapa bulan lalu, orang itu mengirim ratusan tentara bayaran elit untuk membunuh Selena. Sekarang Selena sudah berada di luar negeri, tetapi bagaimana dia bisa langsung tahu keberadaannya begitu cepat? Dia juga mempersiapkan semua ini dalam waktu sangat singkat. Siapa sebenarnya dia?”

“Siapa pun dia, yang pasti bukan orang biasa. Kali ini kita sudah meremehkannya. Sekarang hanya bisa berharap Tuan Muda Harvey selamat.”

Helikopter terus berputar di udara karena situasi tidak memungkinkan mereka untuk mendarat. Ellia

merasa sangat frustrasi di dalam hatinya.

“Selidiki! Selidiki dengan saksama. Aku ingin lihat siapa yang berani menyentuh putraku.”

Ellia mengernyit dan menambahkan, “Selidiki anak haram itu. Dia punya motif melakukan ini.

“Baik, Nyonya.”

Tengah malam. Di teras kamar suite hotel, seorang pria yang mengenakan jubah mandi sedang

menggenggam gelas anggur merah. Dia minum seteguk dengan senang.

Melihat segala sesuatu berada di bawah kakinya, dia merasa perasaan ini sungguh luar biasa.

Orang–orang di Keluarga Irwin tidak tidur semalaman. Selena tentu saja terjaga sepanjang malam.

Dia meletakkan ponsel di sampingnya. Dia ingin sekali mendengar nada dering yang familier itu.

Akan tetapi, setelah matahari terbit pun tidak ada panggilan yang masuk.

Pelayan mencoba membujuknya, “Nyonya Muda, istirahatlah sebentar atau makanlah sarapan terlebih

dulu.”

Semalam lambungnya sakit beberapa kali, tetapi sekarang sepertinya sudah mati rasa. Selena menoleh

ke pelayan itu dan berkata, “Aku nggak ada nafsu makan.”

“Nyonya Ellia memintaku untuk memanggilmu turun ke bawah untuk makan.”

Mendengar nama Ellia, Selena segera turun ke bawah. Dia segera bertanya kepada Ellia yang duduk

seperti biasa di sisi meja makan, “Ibu ada kabar?”

“Api berhasil dipadamkan saat tengah malam. Sudah ditemukan beberapa mayat yang terbakar dan

dikirimkan untuk diperiksa.”

Begitu mendengar kata “mayat“, pandangan Selena menggelap sesaat dan dia hampir terjatuh dari

tangga.

Untungnya Eri dengan cepat menangkapnya. “Nyonya Muda, kamu harus tenang sedikit. Mayat–mayat

itu belum tentu ada Tuan Muda Harvey.”

Selena dibantu berjalan sampai ke meja makan. Hari ini, Kakek juga makan bersama mereka. Hanya

satu malam, dia terlihat semakin tua, tetapi dia masih mencoba menenangkan Selena.

*Anak nakal itu nggak akan gampang dibunuh orang. Kamu duduklah, makan dulu.”

Ellia dan Kakek sangat percaya pada Harvey, tetapi Selena tidak mengerti apa yang membuat mereka

bisa begitu percaya. Content from NôvelDr(a)ma.Org.

Selena menuruti perkataan Kakek dan duduk dengan perlahan. Setelah makan sesuap bubur, dia

bertanya, “Kek, kapan hasil pemeriksaan keluar?”

Kakek melihat jam dan menjawabnya, “Sebentar lagi.”

Tangan Selena yang memegang sendok itu semakin erat.

Tepat pada saat ini, kepala pelayan berjalan cepat menghampiri mereka dan berkata, “Tuan Besar, Tuan

Mu… maksud saya, Naufan dan keluarganya datang.”

Begitu mendengar nama itu, Kakek membelalak marah dan berteriak, “Siapa yang membiarkan mereka masuk? Apa masih ingin menambah kekacauan lagi di sini? Pergi! Suruh mereka cepat pergi!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.