Bab 187
Bab 187 Krisis Pemutusan PinjamanText property © Nôvel(D)ra/ma.Org.
Gawat!
Begitu mendengar informasi ini, hanya satu kata itu yang tebersit dalam benak
seluruh anggota Keluarga Basagita.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Luna segera mengeluarkan ponselnya dan menelepon seorang kepala bank yang bernama Retno Irawan.
Luna sudah bekerja sama beberapa kali dengan Retno. Boleh dibilang kerja sama
mereka berjalan cukup lancar dan menyenangkan.
“Halo, Pak Retno….”
Sebelum dia sempat mengutarakan tujuannya menelepon pria itu, pria di ujung
telepon berkata, “Nona Luna, aku tahu apa yang ingin kamu katakan, tapi kami juga
nggak berdaya. Presdir Bank Banyuli, Diego Hitora menyatakan siapa pun yang
berani memberi pinjaman kepada Grup Agung Makmur, itu artinya menjadi
musuhnya.”
Diego adalah menantu Keluarga Hamdani.
Hanya dengan statusnya ini, kedudukan dan kekuasaannya di dunia perbankan
Kota Banyuli sangat tinggi dan besar.
Semua orang tahu kata-kata yang keluar dari mulutnya mewakili Keluarga
Hamdani, bahkan tiga keluarga besar!
Luna memaksakan dirinya tetap tenang dan berkata, “Tapi, bank kalian adalah salah
satu dari empat bank terbesar di dalam negeri, kalian juga takut pada tiga keluarga
besar?”
“Bank memang nggak takut pada mereka, tapi aku dan rekan-rekan kerjaku takut
pada mereka. Kita sama-sama adalah penduduk Kota Banyuli. Nona Luna,
seharusnya kamu sudah mengerti maksudku, ‘kan? Tolong jaga dirimu dengan baik.”
Selesai berbicara, Retno langsung memutuskan sambungan telepon.
Luna enggan menyerah begitu saja. Setelah panggilan telepon terputus, dia
+15 BONUS
menghubungi kepala Bank Napindo dan Bank Konstruksi. Selama ini, dia menjalin hubungan yang baik dengan mereka, boleh dibilang sudah akrab satu sama lain.
Namun, tidak peduli seakrab apa pun dirinya dengan mereka, ucapannya tidak sebanding dengan satu kalimat dari Helmi Hitora.
Beberapa orang di antara mereka masih bersedia mengucapkan beberapa patah kata untuk menjelaskan posisi sulit mereka saat ini, ada yang begitu mendengar
suaranya langsung memutuskan panggilan telepon, ada pula yang langsung
menolak panggilan telepon darinya
Kalau kepala bank besar saja sudah bereaksi seperti ini, tentu saja Luna tidak bisa berharap banyak lagi pada kepala bank kecil.
“Luna, menyerah saja, nggak ada gunanya! Kamu dan suami idiotmu sudah menghancurkan Keluarga Basagita!”
Dengan iringan sindiran dan makian dari anggota keluarganya, Luna meletakkan. ponselnya.
Saking putus asanya, dia sudah hampir menangis.
Pemutusan pinjaman!
Grup Agung Makmur menghadapi krisis pemutusan pinjaman yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya.
Bukan hanya satu bank, melainkan seluruh bank yang ada di Kota Banyuli!
Begitu Diego turun tangan, dia menggunakan cara yang paling kejam dan efektif
untuk menghancurkan Grup Agung Makmur.
Dana yang dimiliki oleh Keluarga Basagita sudah terkuras habis, bahkan masih
berutang pinjaman sebesar ratusan miliar.
Begitu rantai dana terputus, yang paling terpengaruh adalah gedung yang tidak lama lagi akan dijual.
Jangan harap ada satu pun yang bisa terjual lagi.
Selain itu, cepat atau lambat Grup Agung Makmur juga pasti akan hancur!
“Luna, kamu dan suami idiotmu adalah pembawa sial Keluarga Basagita. Kali ini, karena kalian, Keluarga Basagita sudah hancur!”
Semua anggota Keluarga Basagita merasa putus asa.
Tepat pada saat ini, Ardika yang tadi pergi memarkir mobil menghampiri mereka.
Dalam sekejap, sorot mata penuh kebencian semua orang langsung tertuju padanya.
“Apa yang terjadi?” tanya Ardika dengan penuh perhatian setelah melihat wajah Luna pucat pasi.
Wisnu berkata sambil menggertakkan giginya, “Dasar nggak tahu malu! Berani
sekali kamu bertanya apa yang terjadi! Bank Banyuli sudah membalas dendam atas
perbuatan kalian….”
Ardika langsung memahami keseluruhan hal kejadian itu.
Dia tertawa dengan santai dan berkata, “Oh, pemutusan pinjaman, ya? Aku pikir ada
masalah besar apa. Ternyata hanya masalah sepele seperti ini, nggak apa-apa.”
Apa maksudnya Grup Agung Makmur bukan miliknya maka biarkan hancur begitu
saja?!
Mendengar ucapan Ardika, semua orang kesal setengah mati.
“Ardika, aku ingin sekali membunuhmu sekarang juga!”
Tuan Besar Basagita memelototinya seolah-olah ingin melahapnya hidup-hidup.
Namun, dia juga tahu walaupun dia membunuh Ardika, masalah Grup Agung
Makmur juga tidak akan bisa terselesaikan.
Tepat pada saat ini, mereka mendengar kabar buruk lagi.
Diego mengutus seorang pengacara profesional ke sini untuk menyampaikan beberapa patah kata.
“Nona Luna, masalah pemukulan Pak Kresna dan dua petinggi bank lainnya, Pak
Diego berpesan kalau kamu ingin menyelesaikan masalah ini dengan berdamai,
kamu harus memberikan kompensasi sebesar 600 miliar.”
+15 BONUS
“Kalau kamu nggak bersedia, kami akan menuntutmu dan suamimu atas tindakan kekerasan disengaja. Oh, tentu saja karena suamimu adalah pengidap penyakit mental, agak merepotkan untuk menuntutnya. Tapi, kami tetap akan menuntut kalian secara bersamaan.’
Pengacara juga berkata dengan nada tajam, “Karena Claudia memutuskan untuk menjadi saksi dan menuduh kamu yang menyuruh Ardika untuk melakukan
tindakan itu.”
‘Claudia menuduhku yang menyuruh Ardika melakukan tindakan itu?”
Begitu mendengar informasi tersebut, Luna langsung tercengang.