Bab 24
Bab 24 Menghukum Keluarga Sendiri
Mata semua orang terbelalak
Apa yang terjadi? Keponakannya dihajar setengah mati, lalu diinjak–injak, kenapa Ridwan sang wali kota tidak menangkap pelakunya? Kenapa Ridwan malah memarahi keponakannya sendiri?
Ridwan menggertakkan giginya dengan tatapan tajam.
“Paman Ridwan, kamu nggak lihat, ya? Aku hampir saja dipukul sampai mati oleh Ardika,” teriak
Ferry dengan sedih.
“Kamu pantas menerimanya!”
Melihat Ardika tidak menunjukkan ekspresi apa pun, Ridwan pun memutuskan dalam hati. Dia
melihat sekeliling, lalu berjalan ke depan seorang staf Ridwan langsung merebut tongkat yang
ada di tangan orang tersebut.
Tongkat ini awalnya akan digunakan untuk memukul Ardika, tetapi tidak jadi.
Pada saat ini, Ridwan mengangkatnya tinggi–tinggi. Di depan ratusan orang yang menunjukkan
ekspresi tidak percaya, dia langsung memukul Ferry dengan keras
“Ah
Ferry menjerit kesakitan.
Masih belum selesai Ridwan kembali memukul Ferry dengan keras, Ferry yang kesakitan terus
berguling di lantai dan menjerit dengan keras.
Dipukul oleh pamannya sendiri di depan ratusan orang, Ferry tidak pernah menerima
penghinaan seperti ini selama hidupnya. This text is property of Nô/velD/rama.Org.
Klang
Ridwan melemparkan tongkatnya, lalu datang ke depan Ardika. Di hadapan semua orang yang
kaget, Ridwan membungkuk dan berkata dengan sopan, “Tuan Ardika, Keluarga Basuki gagal
mendidik anak, sehingga membuat bajingan ini menyinggung Nona Luna. Saya minta maaf
kepada Anda”
Semua orang terkejut dan tidak bisa berbicara. Ferry juga menggigit bibir dan tidak berani
berteriak lagi.
Suasana di tempat itu langsung hening
Siapa sebenarnya orang ini? Kenapa seorang Wali Kota Banyuli bisa bersikap hormat kepadanya?
Ratusan orang menatap Ardika dengan tatapan curiga.
+15 BONUS
Ridwan terus membungkuk dan tidak bergerak. Dia menunggu jawaban Ardika dengan deg-
degan. Keringat dingin juga bercucuran di benaknya.
Hidup mati Keluarga Basuki berada di tangan Ardika.
“Masalah ini nggak akan menyeret seluruh Keluarga Basuki.”
Ardika cukup puas dengan sikap Ridwan, dia lalu berkata dengan tenang, “Aku hanya punya dua permintaan. Pertama, Ferry harus pergi ke kantor polisi untuk minta maaf kepada istriku. Setelah itu, izin penjualan awal harus segera dikeluarkan.”
“Terima kasih, Tuan Ardika!”
Ridwan menghela napas lega.
Ketika mengetahui Luna dipaksa oleh keponakannya untuk menyerahkan diri, Ridwan kembali berkeringat dingin. Dia segera menyuruh Kapolda Sigit untuk membawa Ferry pergi minta maaf.
Kepolisian cabang selatan.
Setelah berpikir cukup lama, Luna pun datang mencari petugas. Dia lalu berkata, “Aku, aku
datang menyerahkan diri. Namaku Luna Basagita, hari ini aku nggak sengaja memukul Pak Ferry
dari Departemen PUPR…”
Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya yang mengenakan seragam berjalan keluar. Setelah memperhatikan Luna dari atas ke bawah, dia pun memarahinya dengan nada sinis, Ternyata ini wanita jalang yang menggoda Ferry, bahkan melukainya.”
“Hei, jangan asal bicara.”
Desi segera membela anaknya.
Wajah wanita paruh baya itu langsung masam. Pria paruh baya di sampingnya segera memarahi Desi, “Lancang! Beliau adalah Melani Lotoka, salah satu pimpinan di kepolisian kami dan juga istri dari Pak Ferry. Siapa yang mengizinkanmu berkata seperti itu?”
Ekspresi Desi langsung berubah, sikapnya juga ikut melemah. Dia pun berkata, “Anakku nggak
menggoda suamimu….”
“Dia pasti menggoda suamiku. Wanita jalang, kamu akan tahu rasanya!”
Melani berjalan ke depan Luna, kemudian mengangkat tangannya untuk menampar Luna.
Seketika, wajah Luna langsung pucat.
“Hentikan!”
Tiba–tiba terdengar suara teriakan penuh amarah. Ferry yang baru sampai segera berlari
mendekat dengan tertatih–tatih. Kemudian, dia menampar wajah Melani.
213
Melani menutupi wajahnya sambil berteriak, “Ferry, kamu menamparku!”
“Dasar wanita tua! Memangnya kamu pantas memukul Nona Luna? Minggir sana!”
+15 BONUS
3/3