Bab 454
Bab 454 Membual Tanpa Perlu Naskah
Dua buah mobil itu berhenti di depan pintu taman logistik.
Jacky dan Desi, serta bibi Luna, Amanda sekeluarga dan Xavier, satu per satu keluar dari mobil.
Hanya Handoko yang masih kesal atas perceraian kakaknya dengan kakak iparnya tidak ikut datang ke
sini.
Begitu mereka semua keluar dari mobil dan melihat Ardika, mereka langsung tercengang.
Mereka tidak menyangka Ardika bisa berada di sini, bahkan lebih cepat dibandingkan mereka.
Bukankah pria itu sedang berada di dalam pusat penahanan?
Desi berkata dengan nada bicara jijik sekaligus tajam. “Ardika, kenapa kamu datang ke sini?! Apa kamu melarikan diri dari penjara?!” Ekspresinya juga tampak dingin.
Dia sama sekali tidak senang melihat keberadaan Ardika.
“Ibu, aku sudah terbukti nggak bersalah. Aku nggak membunuh Alden.”
Ardika mencoba untuk memberi penjelasan kepada ibu mertuanya. “Aku dengar Luna ditahan oleh pemilik taman logistik ini, jadi aku datang secara khusus untuk mengeluarkannya dan menjemputnya pulang….”
“Jangan panggil aku Ibu, aku bukan ibumu lagi!”
Desi langsung menyelanya dengan marah sambil menggertakkan giginya dan memelototi Ardika.
“Ardika, berani–beraninya kamu mengatakan kamu datang untuk menyelamatkan Luna! Kamu yang sudah mencelakainya! Kalau bukan karena masalahmu itu, dia juga nggak akan menghadapi risiko sebesar ini dan pergi ke Kota Serambi!”
“Kamu benar–benar pembawa sial….”
Menghadapi caci dan maki Desi, Ardika hanya bisa diam saja.
Kali ini, demi dirinya, Luna baru menghadapi bahaya seperti ini.
Memang benar, sebagai seorang suami, dia tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan baik.
Samar–samar, seulas senyum tipis mengembang di wajah Xavier. “Ardika, sepertinya kecepatanmu dalam memperoleh informasi cukup cepat. Luna baru saja tertimpa masalah, kamu sudah tahu.”
“Tapi, apa kamu tahu identitas pemilik taman logistik ini? Dia adalah seorang preman yang sudah terkenal di Kota Serambi.”
“Apa kamu pikir kamu mampu mengeluarkan Luna dari tangan orang sepertinya?”
Ardika tahu apa yang ada dalam benak Xavier.
Ayah pria itu adalah Ferdi, wakil kapten tim tempur Provinsi Denpapan.
Dengan mengandalkan latar belakang keluarganya, Xavier baru memiliki kepercayaan diri yang luar biasa tinggi dan berpikir untuk memiliki Luna.
Sesuai dugaan, dua orang mayor sipil cabang tim tempur Kota Serambi yang diusir tadi adalah orang- orang yang dicarinya dengan mengandalkan relasinya.
Ardika melirik pria itu dengan acuh tak acuh, lalu berkata, “Aku sudah menggerakkan pasukan ke sini. Di bawah ancaman senjata api, Yoga pasti akan melepaskan sanderanya.”
Menggerakkan pasukan?
Xavier tertegun sejenak, lalu tertawa.
Suara tawanya terdengar penuh dengan sindiran.
Dia bahkan malas untuk membuka mulutnya, memperdebatkan ucapan Ardika.
Dengan identitas yang dimiliki oleh seseorang seperti Ardika, menggerakkan pasukan adalah hal yang
tidak mungkin terjadi!
Melihat Ardika membual mengenai hal seperti itu di hadapannya, dia hanya merasa lawan bicaranya itu
sangat konyol.
Karena berada di kediaman tim tempur sepanjang tahun, Amanda lebih memahami peraturan tim
tempur.
Dia langsung berkata, “Kak, jangan dengar omong kosong idiot itu. Menggerakkan pasukan? Dia pikir dia
siapa?”
“Bahkan ayah Xavier yang merupakan wakil kapten tim tempur Provinsi Denpapan saja nggak bisa menggerakkan pasukan sesuka hati.”
Setelah mendengar ucapan adiknya, sorot mata kebencian yang ditujukan oleh Desi kepada Ardika
makin dalam.
Di antara orang–orang itu, dia yang paling mengenal Ardika.
Idiot itu bukan hanya sekali atau dua kali saja membual.
Walaupun sudah diberi pelajaran, idiot itu tetap saja tidak berubah!
Saat ini, Hariyo, adik sepupu Luna juga berkata dengan nada menyindir. “Saat dalam perjalanan ke sini, Kak Xavier sudah melakukan panggilan telepon. Pihak cabang tim tempur Kota Serambi sudah Belonging © NôvelDram/a.Org.
mengirim anggota ke taman logistik.”
“Seharusnya mereka baru tiba belum lama.”
“Ardika pasti melihat mereka memasuki taman logistik dan menggunakan hal itu sebagai bahan untuk
membual.”
“Sungguh konyol! Dia benar–benar nggak sadar membual di hadapan siapa.”
“Dia pasti nggak tahu, kapten cabang tim tempur Kota Serambi, Kapten Zulkifri, dulunya adalah bawahan ayah Kak Xavier. Hanya dengan satu panggilan telepon dari Kak Xavier saja, dia sudah bersedia untuk membantu….
Walaupun Doni dan Futari tidak berbicara, tetapi mereka juga menatap Ardika dengan tatapan jijik sekaligus penuh kebencian.
Bukan hanya tidak memiliki kemampuan apa pun, Ardika bahkan suka membual.
Mereka benar–benar tidak tahu dalam aspek mana pria itu layak bersanding dengan Luna yang begitu. unggul.