Menantu Pahlawan Negara

Bab 459



Bab 459 Hukuman Mati

Ardika menganggukkan kepalanya. Setelah mendengar ucapan Yoga, dia baru lega sepenuhnya.

“Aku dengar kamu menerima 200 miliar dari Luna, ada apa dengan uang itu?” tanyanya lagi.

Yoga berkata dengan cemas, “Nona Luna meminta bantuanku untuk menyelidiki tentang pengkhianat dalam Grup Lautan Berlian.”

“Oh? Lalu, apakah sudah ada hasilnya?”

“Sudah, pengkhianat dalam Grup Lautan Berlian adalah seseorang bernama Edrik.”

Ardika menatap lawan bicaranya dan berkata, “Tapi, dari hasil penyelidikan anggotaku, setelah Edrik mengunjungimu, dia kembali ke Kota Banyuli, tapi kamu malah menahan dua wanita itu. Jadi, seperti ini caramu berbisnis?”

Saking ketakutannya, Yoga ingin berlutut lagi.

Melihat sorot mata dingin Ardika, sekujur tubuhnya gemetaran. Dia pun menahan dirinya untuk tidak

berlutut.

“Tuan, aku sudah bertindak gegabah! Aku nggak mampu menahan godaan dua triliun yang ditawarkan

oleh Edrik!”

“Tapi, aku sama sekali nggak melukai Nona Tina dan Nona Luna!”

“Dalang di balik semua ini adalah Edrik. Dia yang memintaku untuk ….”

Di saat seperti ini, Yoga mengkhianati Edrik tanpa ragu.

Setelah mendengar ucapan Yoga, kilatan dingin melintas di mata Ardika.

Alasan Edrik tidak membawa Tina dan Luna kembali ke Kota Banyuli adalah karena sudah merencanakan sebuah rencana licik, yaitu meminjam tangan orang lain untuk membunuh orang yang

tidak bersalah.

Dia ingin Yoga membiarkan dua wanita itu lolos secara sengaja.

Begitu melarikan diri, penjelasan apa pun yang diberikan Tina sudah tidak ada gunanya lagi. Dia benar-

benar akan dicap sebagai pengkhianat.

Dengan kepribadian Titus, dia pasti akan mengejar Tina. Setelah menemukan wanita itu, dia pasti tidak akan memberikan kesempatan kepada wanita itu untuk berbicara.

Hal yang lebih membuat Ardika marah adalah hubungan antara Luna dan Tina sangat baik.

Dengan kepribadian Luna, kalau sahabatnya tertimpa masalah, dia pasti tidak akan diam saja.

Kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Tina, Luna juga tidak akan luput dari musibah.

Jadi, boleh dibilang rencana Edrik bisa membuat Luna kehilangan nyawanya.

Atas dasar ini saja, Ardika sudah menjatuhkan hukuman mati kepada Edrik dalam hatinya!

Ardika berkata dengan dingin, “Untuk sementara ini, kita nggak perlu membicarakan tentang Edrik dulu. Istriku bertransaksi denganmu, tapi kamu malah mengkhianatinya. Menurutmu, seharusnya bagaimana hal ini diperhitungkan?”

Dalam sekejap, bulir–bulir keringat dingin langsung bercucuran membasahi tubuh Yoga.

Dia berkata dengan ekspresi getir, “Tuan, aku benar–benar nggak tahu Nona Luna adalah istri Tuan.. Kalau dari awal aku mengetahui hal ini, mati pun aku nggak akan berani melakukan hal seperti itu!”

Saat ini, Luna dan Tina sudah diantar keluar oleh anak buah Yoga.

Ardika berkata dengan datar, “Katakan saja hal ini padanya secara langsung, lihat saja bagaimana tanggapannya.”

Yoga segera berlutut di hadapan Luna.

“Nona Luna, aku benar–benar minta maaf. Aku sudah bersalah padamu!”

Luna berkata dengan dingin, “Aku paling benci pebisnis yang nggak memegang kepercayaan sepertimu!”

“Ya, aku sudah bertindak gegabah. Seharusnya aku nggak mengkhianatimu. Aku benar–benar pantas

mati

Di saat seperti ini, Yoga hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan patuh.

“Memangnya apa gunanya minta maaf?! Bajingan sepertimu harus dihajar habis–habisan!” Text © by N0ve/lDrama.Org.

Tanpa ragu, Tina langsung mengayunkan tangannya dan melayangkan tamparan bertubi–tubi ke wajah

Yoga.

Tak lama kemudian, wajah Yoga sudah membengkak.

Namun, dia sama sekali tidak berani menghindar.

Setelah menghajar pria itu habis–habisan, amarah Tina baru terlampiaskan.

Saat ini, Desi bergegas menghampiri Luna dan memeriksa kondisi putrinya.

Melihat putrinya baik–baik saja, dia baru menghela napas lega.

“Luna, kamu baik–baik saja, ‘kan?”

“Dasar gadis bodoh! Kenapa kamu bertindak gegabah seperti itu? Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kamu langsung pergi ke Kota Serambi. Kamu sudah membuatku dan ayahmu khawatir setengah

mati!”

Kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Tina, Luna juga tidak akan luput dari musibah.

Jadi, boleh dibilang rencana Edrik bisa membuat Luna kehilangan nyawanya.

Atas dasar ini saja, Ardika sudah menjatuhkan hukuman mati kepada Edrik dalam hatinya!

Ardika berkata dengan dingin, “Untuk sementara ini, kita nggak perlu membicarakan tentang Edrik dulu. Istriku bertransaksi denganmu, tapi kamu malah mengkhianatinya. Menurutmu, seharusnya bagaimana

hal ini diperhitungkan?”

Dalam sekejap, bulir–bulir keringat dingin langsung bercucuran membasahi tubuh Yoga.

Dia berkata dengan ekspresi getir, “Tuan, aku benar–benar nggak tahu Nona Luna adalah istri Tuan. Kalau dari awal aku mengetahui hal ini, mati pun aku nggak akan berani melakukan hal seperti itu!”

Saat ini, Luna dan Tina sudah diantar keluar oleh anak buah Yoga.

Ardika berkata dengan datar. “Katakan saja hal ini padanya secara langsung, lihat saja bagaimana

tanggapannya.”

Yoga segera berlutut di hadapan Luna.

“Nona Luna, aku benar–benar minta maaf. Aku sudah bersalah padamu!”

Luna berkata dengan dingin, “Aku paling benci pebisnis yang nggak memegang kepercayaan sepertimu!”

“Ya, aku sudah bertindak gegabah. Seharusnya aku nggak mengkhianatimu. Aku benar–benar pantas mati….

Di saat seperti ini, Yoga hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan patuh.

“Memangnya apa gunanya minta maaf?! Bajingan sepertimu harus dihajar habis–habisan!”

Tanpa ragu, Tina langsung mengayunkan tangannya dan melayangkan tamparan bertubi–tubi ke wajah

Yoga.

Tak lama kemudian, wajah Yoga sudah membengkak.

Namun, dia sama sekali tidak berani menghindar.

Setelah menghajar pria itu habis–habisan, amarah Tina baru terlampiaskan.

Saat ini, Desi bergegas menghampiri Luna dan memeriksa kondisi putrinya.

Melihat putrinya b

saja, dia baru menghela napas lega..

“Luna, kamu baik–baik saja, ‘kan?”

“Dasar gadis bodoh! Kenapa kamu bertindak gegabah seperti itu? Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kamu langsung pergi ke Kota Serambi. Kamu sudah membuatku dan ayahmu khawatir setengah

mati!”

Luna merasa sedikit tidak enak hati, dia segera meminta maaf kepada ibunya.

Melihat tank tempur yang berbaris dengan rapi, serta helikopter yang berputar–putar di udara, dia bertanya dengan sedikit terkejut, “Apa Xavier yang meminta bantuan relasinya untuk menggerakkan pasukan ini?”

“Kali ini, aku benar–benar harus berterima kasih padanya. Kalau nggak, aku dan Tina nggak tahu harus bagaimana lagi.”

Mendengar ucapan Luna, Xavier yang berdiri tak jauh dari sana tanpa berani mendekati Luna ingin sekali menghilang ditelan bumi.

Desi juga malu bukan main.

“Bukan Xavier, Ardika yang menggerakkan pasukan ini.”

“Ardika?!”

Luna dan Tina membelalak kaget, mereka menata Ardika dengan tatapan tidak percaya.

Saat ini, gejolak perasaan mereka terasa seperti gelombang tsunami yang bergemuruh!

Bagaimana mungkin Ardika bisa menggerakkan pasukan?

“Ardika, apa kamu yang menggerakkan pasukan ini?” tanya Luna dengan linglung, seolah–olah selama ini dia sama sekali tidak mengenal sosok Ardika.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.