Bab 481
Bab 481 Orang yang Seharusnya Bunuh Diri Adalah Kamu
Edrik memang tidak bisa membunuh Ardika secara langsung.
Kalau dia melakukan hal seperti itu, hanya akan membawa masalah bagi dirinya sendiri. Belongs to (N)ôvel/Drama.Org.
Namun, kalau Ardika bunuh diri, maka pihak kantor polisi pusat tidak akan bisa datang menunti pertanggungjawabannya.
Edrik tertawa dingin dan berkata dengan nada seolah–olah dia adalah pemenang dalam permainan ini,” Ardika, kalau kamu nggak ingin istrimu sekeluarga tertimpa musibah, kamu harus menuruti ucapanku dengan patuh!”
Dia yakin Ardika tidak punya pilihan lain lagi selain bunuh diri.
Ardika melirik pisau di bawah kakinya, membungkukkan badannya untuk mengambil pisau tersebut, lalu mengelus bilah pisau yang tajam itu dengan jempolnya.
*Oke, nanti aku akan membiarkanmu menggunakan pisau ini untuk bunuh diri.”
Begitu mendengar ucapan Ardika, ekspresi heran terpampang jelas di wajah Edrik.
Kemudian, sorot matanya berubah menjadi sangat dingin dan tajam, aura yang sangat menakutkan juga
terpancar dari tubuhnya.
Dia tidak menyangka di saat seper
ini Ardika masih berani membantahnya.
“Ardika, jelas–jelas aku sudah memberimu kesempatan, tapi kamu malah melewatkan kesempatan yang
kuberikan begitu saja!”
Edrik menggertakkan giginya dan berkata, “Bagus, bagus! Kamu nggak bersedia berlutut, “kan? Kalaut begitu, aku akan menekan kepalamu dan memaksamu untuk berlutut!”
“Pengawal!”
Mendengar instruksi dari Edrik, beberapa ahll bela diri Aliansi Lautan Berllan langsung berjalan ke arah Ardika dengan aura yang menakutkan.
Mereka sudah bersiap untuk menyerang Ardika.
Edrik berkata, “Ardika, kekuatan beberapa ahli bela diri ini sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan sekelompok petugas keamanan sampah Grup Lautan Berlian.”
Dia tahu Ardika adalah seorang petarung yang andal, dirinya bukan tandingan pria itu.
Ardika bahkan mampu mengalahkan puluhan orang petugas keamanan Grup Lautan Berlian seorang diri.
Namun, orang–orang yang dipanggilnya kali ini adalah ahll bela diri yang dipekerjakan olehnya dengan gaji tinggi.
Bahkan, hari ini dia menempatkan orang–orang itu di Gedung Glori juga bukan demi menghadapi Ardika.
Dengan seulas senyum dingin tersungging di wajahnya, Edrik berkata, “Kalau kamu tahu diri, cepat keluar dari sini dan berlutut masuk ke sini. Lalu, kamu gunakan pisau itu untuk bunuh diri, gunakan darah segarmu untuk menenangkan ayahku di alam sana!”
“Edrik, kamu adalah bajingan yang nggak berbakti dan telah membunuh ayah angkatmu sendiri, tapi kamu malah berani mengucapkan kata–kata nggak tahu malu seperti itu!”
Tepat pada saat ini, tiba–tiba terdengar suara penuh amarah seorang wanita dari arah luar aula besar.
Semua orang yang berada di dalam aula besar itu langsung mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara. Kemudian, ekspresi keheranan tampak jelas di wajah mereka semua.
Begitu pula dengan Edrik.
Setelah tertegun sejenak, ekspresinya langsung berubah menjadi sangat muram. Dia berkata dengan dingin, “Tina, ternyata kamu belum mati!”
Saat ini, hatinya sudah dipenuhi oleh tanda tanya.
‘Bukankah kemarin Titus sudah membawa Tina pergi?‘
‘Kenapa dia nggak membunuh wanita ini?’
‘Dengan kepribadian Titus, hal seperti ini nggak mungkin terjadi!‘
Tina melangkahkan kakinya dengan cepat melewati kerumunan. Satu per satu dari tamu yang hadir di tempat itu segera membukakan jalan untuk Tina.
Mereka juga tidak paham apa yang sedang terjadi.
Bukankah wanita itu adalah pembunuh Alden? Mengapa Titus tidak membunuhnya?
“Edrik, sepertinya kamu sangat mengharapkan aku mati?”
Sambil berjalan, Tina mencibir dan berkata, “Apa kamu pikir dengan kematianku, kebenaran mengenai kamu bekerja sama dengan Billy untuk membunuh Ayah akan terkubur selamanya?”
Heboh!
Seketika itu pula, suasana di dalam aula besar itu langsung heboh.
Tina menuduh Edrik sebagai pelaku pembunuhan Alden yang sesungguhnya.
Sebenarnya, apa kebenaran di balik kematian sang raja preman?
Kemunculan Tina secara tiba–tiba membuat Edrik panik sejenak, tetapi hal itu tidak membuatnya benar- benar panik.
“Tina, aku sudah mengeluarkan bukti konkret bahwa kamu yang telah membunuh Ayah, tapi sekarang
kamu malah ingin menuduhku?”
“Semuanya sudah terlambat!”
Selesai berbicara, Edrik melambaikan tangannya dan berkata, “Pengawal, cepat tangkap wanita jalang ini, biarkan dia dan Ardika bunuh diri dengan cara yang sama!”
“Edrik, orang yang seharusnya bunuh diri adalah kamu.”
Tiba–tiba, suara datar seseorang terngiang–ngiang di telinga semua orang. Nada bicara penuh niat
membunuh yang kuat terdengar jelas dalam ucapan orang tersebut.
Saat ini, Titus berjalan memasuki aula besar dengan membawa sebilah pedang.
“Titus!”
Begitu melihat kedatangan sosok ahli nomor satu dalam Aliansi Lautan Berlian, satu per satu orang di sana berteriak dengan kaget sekaligus ketakutan.
Para tamu undangan yang berdiri di kedua sisi aula melangkah mundur secepat mungkin, seakan– akan takut menjadi target pembunuhan sosok pembunuh nomor satu Provinsi Denpapan itu.
“Paman Titus, apa maksudmu?!”
Ekspresi Edrik juga berubah drastis.
Titus mengangkat pedang dalam genggamannya dan menunjuk lawan bicaranya dengan bilah tajam pedangnya. “Kubilang, kamu adalah pelaku pembunuhan Kak Alden yang sesungguhnya.”
“Orang yang seharusnya bunuh diri adalah kamu.”