Bab 286
Bab 286 Merasakan Kehidupan di Medan Perang
Sambil meneteskan air mata dan mengakui kesalahannya, Daniel bersujud tanpa henti di hadapan Ardika.
Pria yang tadinya masih sangat arogan itu, saat ini berlutut di hadapan Ardika
dengan ekspresi menyedihkan. Dia tampak seperti seekor binatang yang memohon
agar nyawanya diampuni oleh majikannya.
Dia benar–benar terlihat lemah.
Bahkan harga dirinya sebagai seorang anggota tim tempur sudah hilang tanpa meninggalkan jejak.
Kalau dibandingkan dengan tindakan Daniel yang menyalahgunakan kekuasaan
untuk menindas orang lain tadi, Ardika lebih membenci tindakannya ini.
Anggota tim tempur yang tak terhitung jumlahnya berada di tempat yang dingin, di
tempat yang tandus untuk menjaga perbatasan negara.
Selain itu, anggota tim tempur yang tak terhitung jumlahnya pula berada di medan
perang untuk melindungi negara hingga tetes darah penghabisan.
Di sisi lain, orang–orang seperti Daniel hanya seperti benalu. Mereka hanya tahu
mengincar keuntungan dan mencoreng nama baik tim tempur.
“Keluarkan dia, lalu kirim dia ke medan perang. Bisa kembali dalam kondisi hidup-
hidup atau nggak, semuanya tergantung pada dirinya sendiri.”
Hanya satu kalimat Ardika ini sudah menjadi penentu nasib Daniel.
Selama ini, kehidupan Daniel sudah terlalu tenang. Jadi, sudah saatnya
mengirimnya ke medan perang untuk merasakan kehidupan di sana.
Kalau hanya menangkapnya dan memberikan hukuman seperti biasa, malah terkesan seperti hukuman ringan untuknya.
Setelah mendengar ucapan Ardika, Daniel langsung terduduk lemas di tanah.
Kalimat Ardika ini sama saja dengan menjatuhi vonis hukuman mati kepadanya!
© +15 BONUS
“Baik, Dewa Perang!”
Kenzo menganggukkan kepalanya, lalu melambaikan tangannya kepada seorang prajurit yang bertugas untuk mengantarnya ke sini.
Dengan penuh semangat, prajurit itu memberi hormat kepada Ardika. Kemudian, dia
langsung membawa Daniel masuk ke dalam mobil dan pergi.
Ardika menatap Kenzo dan berkata, “Muncul seseorang sepertinya di wilayah kekuasaanmu, pasti bukan dia sendiri saja yang bermasalah. Kamu sendiri lakukan
penyelidikan terlebih dahulu. Kalau kamu nggak berhasil menemukan apa pun, aku akan menyuruh orang untuk menyelidikimu.”
Kalau dibandingkan dengan Abdul dan Soni yang hanya merupakan brigadir jenderal, Kenzo adalah seorang jenderal.
Namun, setelah mendengar ucapan Ardika, sekujur tubuhnya tetap gemetaran.
“Lapor, Dewa Perang, aku pasti akan melakukan penyelidikan secara menyeluruh
dan ketat!”
Kemudian, Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Abdul dan Soni. Dia berkata dengan ekspresi muram, “Sebaiknya kalian berdua jaga sikap kalian baik–baik! Jangan menghancurkan masa depan kalian sendiri!”
Sebenarnya, Ardika tahu sebelumnya Daniel mengatakan dia bisa menggerakkan prajurit melalui Abdul dan Soni hanya omong kosong untuk menggertak belaka.
Namun, dia sengaja memanfaatkan kesempatan ini untuk mengingatkan dua bawahannya itu agar selalu waspada.
“Baik!”
Dua orang itu kembali memberi hormat militer kepada Ardika.
Saat dalam perjalanan ke sini, mereka sudah memikirkan bagaimana caranya
menjelaskan hal ini kepada Ardika.
Tentu saja mereka tidak bisa terima disalahpahami oleh sosok Dewa Perang yang
mereka kagumi.
Ardika berkata kepada Soni, “Nanti kamu atur beberapa prajurit Pasukan Khusus Serigala ke sini untuk melindungt keselamatan keluarga temanku ini. Aku yang
akan memberikan gaji kepada mereka,”
Ini bukan menyalahgunakan kekuasaan, melainkan membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi dengan jelas.
Sebelumnya Abdul mengatur prajurit untuk melindungi Vila Cakrawala karena pada dasarnya Ardika sendiri dan keluarganya berhak memiliki pengawal.
Namun, berbeda halnya dengan keluarga Delvin. Jadi, Ardika tidak ingin
menyalahgunakan kekuasaan.
Kalau dia ingin menjatuhi hukuman kepada benalu seperti Daniel dengan tenang, dia sendiri juga harus mematuhi peraturan dengan ketat.
“Bubarlah.”
Setelah Ardika melambaikan tangannya, Abdul dan yang lainnya pun pergi
meninggalkan tempat itu.
Suasana vila nomor sembilan hening kembali.
Saat ini, Ardika mengalihkan pandangannya kembali ke arah Melia yang sejak tadi
masih tercengang.
Merasakan sorot mata Ardika tertuju padanya, sekujur tubuh Melia langsung.
gemetaran. Dia menatap pria itu dengan tatapan memelas.
Ardika berkata tanpa ekspresi, “Pak Mose, tadi bagaimana dia menampar wajahmu, This content © Nôv/elDr(a)m/a.Org.
tampar wajahnya dengan cara yang sama.”
Mose tertegun sejenak, lalu melangkah maju dan melayangkan satu tamparan ke
wajah wanita itu.
“Plak!”
Dalam sekejap, bekas Jima jari langsung tampak jelas di wajah Melia. Namun, dia
sama sekali tidak berani bersuara.
“Terima kasih, Dewa Perang!”
Selesai menampar Melia, Mose segera menyampaikan rasa terima kasihnya pada
Ardika.
Tidak hanya menganggap dirinya sebagai anjing tiga keluarga besar dan memerintahnya sesuka hati, Melia bahkan menampar wajahnya tanpa ragu.
Sekarang dia sudah melayangkan satu tamparan balasan ke wajah Melia. Tidak
hanya sebagai bentuk pembalasan dendam, hal yang terpenting adalah dia
mendapatkan kembali harga dirinya.
Ardika berkata dengan acuh tak acuh, “Aku adalah orang yang selalu menepati janjiku. Mulai sekarang, Melia, kamu tetap tinggal di vila nomor sembilan sebagai
pelayan untuk melayani keluarga sahabatku.”