Menantu Pahlawan Negara

Bab 290



Bab 290 Kamu Sedang Mengajariku Cara Bertindak

Showroom ini sudah berdiri selama belasan tahun dan belum pernah diperiksa oleh pihak berwajib. This is property © NôvelDrama.Org.

Hal itu bisa terjadi karena pemilik showroom di belakang layar adalah Billy.

Sama seperti Alden, dia adalah salah satu dari dua orang raja preman yang ada di Kota Banyuli.

Ada yang mengatakan, pada pagi hingga sore hari Kota Banyuli dikendalikan oleh tiga keluarga besar, sedangkan pada malam hari kota ini dikendalikan oleh dua raja

preman itu.

Jadi, biarpun sedang menghadapi anggota kepolisian, Tarno tetap berani bersikap begitu arogan.

“Apa kalian nggak dengar?! Siapa ketua kalian?! Suruh dia keluar dan temui aku!”

Tarno meninggikan volume suaranya sekali lagi, ekspresinya tampak sangat. arogan, seolah–olah para polisi yang sudah mengepung di depan pintu utama bukan apa–apa baginya.

“Aku orangnya.”

Tiba–tiba terdengar suara dalam dan dingin seseorang.

Begitu mendengar suara yang sedikit familier itu, ekspresi Tarno sedikit berubah.

Sesaat kemudian, Sigit, ketua kantor polisi pusat berjalan melewati kerumunan dengan santai.

“Pak Sigit!” seru Tarno, ekspresinya langsung berubah drastis.

Satu–satunya anggota kepolisian yang masih bisa membuatnya dingin adalah Sigit, sosok pria berdarah dingin!

Kurang dari setengah tahun mengikuti Ridwan ke Kota Banyuli dan menduduki posisinya saat ini, pria itu sudah menyelesaikan beberapa kasus yang

menggemparkan Kota Banyuli.

Di antaranya, kasus yang paling terkenal adalah beberapa hari yang lalu, hari di

mana Asosiasi Bahan Bangunan menyelenggarakan acara pembentukan kembali,

dia bekerja sama dengan tim tempur Kota Banyuli menangkap lima belas kepala preman beserta ribuan anak buah mereka.

Saat ini, lima belas kepala preman itu masih mendekam di balik jeruji besi, menunggu untuk dieksekusi mati.

Kasus mereka sudah dikategorikan sebagai kasus kelas berat, mereka tidak akan bisa keluar dari jeruji besi lagi selamanya!

“Tuan Muda Alvaro, kenapa kamu ditangkap?! Kamu sudah melakukan pelanggaran.

apa?!”

Tarno mengalihkan pandangannya ke Alvaro yang berdiri di belakang Sigit dalam kondisi tangan diborgol.

Wajah Alvaro tampak babak belur dan menyedihkan. Dengan ekspresi sedih, dia

berkata, “Kak Tarno, aku juga nggak tahu pelanggaran apa yang telah aku lakukan.

Tanpa berbasa–basi, Pak Sigit langsung membawa anggotanya datang dan

memblokade tempatku….”

Dia juga masih bertanya–tanya tentang hal ini.

Dia sudah membuka tempat perjudian bertahun–tahun dan sudah menjalin relasi

dengan berbagai pihak. Ditambah lagi, dia adalah keponakan Billy. Selama ini, tidak

pernah ada kejadian seperti ini.

Namun, tadi Sigit tiba–tiba datang dengan membawa anggotanya dan langsung

memblokade tempat perjudiannya.

Sama seperti yang dilakukan oleh Tarno, dia juga bersikap arogan di hadapan Sigit.

Tanpa banyak bicara, pria itu langsung menghajarnya.

Ekspresi Tarno tampak muram, tetapi dia tidak bersikap arogan seperti sebelumnya

lagi.

Tiba–tiba, dia menghampiri Sigit dan berkata dengan sopan, “Pak Sigit, ada

keperluan apa Bapak datang ke Showroom Mobil Neptus?”

“Ada orang yang memberi kami laporan bahwa Showroom Mobil Neptus menyembunyikan buronan. Jadi, aku datang secara khusus untuk melakukan

penyelidikan.”

Sigit memasang ekspresi serius, seolah–olah sedang fokus menjalankan tugasnya.

‘Apa? Datang untuk menangkap buronan?‘

Tarno tercengang.

Showroom Mobil Neptus memang menyembunyikan sekelompok buronan.

Sebagai raja preman, tentu saja Billy memelihara banyak petarung, di antaranya juga banyak buronan.

Namun, Tarno tidak merasa masalah ini adalah masalah besar.

“Pak Sigit, apa Bapak bisa membiarkan Showroom Mobil Neptus untuk melakukan penyelidikan sendiri? Aku berjanji akan menangkap semua buronan, sesuai laporan yang Bapak terima.”

“Bapak bisa membawa anggota Bapak kembali terlebih dahulu. Bapak juga tahu

Showroom Mobil Neptus ini adalah aset Pak Billy. Kalau Bapak melakukan

penangkapan secara besar–besaran seperti ini, akan berpengaruh buruk pada bisnis

kami.”

Demi “mengusir” Sigit pergi, Tarno berencana menyerahkan beberapa buronan,

anggap saja sebagai sebuah bentuk penghormatan kepada Sigit.

Dengan cara begitu, hasil yang diperoleh sama–sama baik.

Kalau membiarkan Sigit menerobos masuk, saat itu tiba hasil penyelidikan yang

diperoleh tidak hanya beberapa tersangka terduga saja.

“Pak Tarno, apa kamu sedang mengajariku bagaimana cara bertindak?”

Sigit tidak menerima penawarannya. Dia melirik Tarno dengan dingin, lalu

melambaikan tangannya dan memerintah, “Masuk dan tangkap semua buronan! Bagi yang berani memberontak, akan dituduh sedang berupaya melindungi buronan, semuanya ditangkap!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.