Bab 295
Bab 295 Konflik Internal
Sekujur tubuh Ganang langsung gemetaran, tetapi kegembiraan menyelimuti
hatinya.
Adapun mengenai bagaimana Ardika bisa mengetahui keberadaan lima pembunuh bayaran ini tadi, dia sudah tidak memedulikannya lagi.
“Ardika, sudah kubilang kamu cari mati, tapi kamu nggak percaya!”
Ganang menyilangkan lengannya di depan dada, lalu berkata kepada Ardika dengan ekspresi arogan, “Dasar bodoh! Apa kamu pikir hanya dengan sedikit keterampilan seni bela dirimu itu, kamu sudah hebat?! Berani–beraninya kamu datang dan
mencari masalah di rumahku!”
Sambil berbicara, dia menunjuk Jesika yang berdiri di belakang Ardika.
“Wanita ini adalah Luna, istrimu, “kan? Hehe, kalau kamu membiarkanku meniduri
istrimu, aku akan membiarkanmu mati lebih mudah!”
“Dasar cari mati!”
Ekspresi Jesika langsung berubah drastis.
Sementara itu, Ardika tiba–tiba mendongak. Sorot mata dinginnya membuat Ganang
terkejut, bahkan lima pembunuh bayaran itu juga terkejut.
Biarpun mereka sudah terbiasa membunuh orang, mereka juga tidak pernah melihat
sorot mata yang begitu menakutkan.
Dari sorot mata itu, mereka seakan–akan bisa melihat kematian dan api neraka!
Niat membunuh yang kuat tampak begitu jelas dan nyata.
Aura dingin menjalar di punggung para pembunuh bayaran, mereka benar–benar sangat gugup dan ketakutan!
“Bunuh dia!” Content provided by NôvelDrama.Org.
Pembunuh bayaran wanita menjadi orang pertama yang tidak tahan melihat sorot
mata Ardika lagi.
*15 BORUS
“Syiuuu!”
Dia langsung menerbangkan belati dalam genggamannya ke arah kening Ardika, lalu menerjang ke arah pria itu.
Selama dia membunuh Ardika, perasaan takut yang menggerogoti hatinya baru bisa
menghilang!
“Pak Ardika, hati–hati….”
Sebelum Jesika menyelesaikan kalimatnya, dia melihat Ardika mengangkat lengannya dan menjepit belati yang hampir mengenai keningnya itu dengan dua
jarinya.
Melihat pergerakan tangan Ardika yang luar biasa cepat dan
+ semua
pembunuh bayaran di tempat itu, termasuk pembunuh bayaran wanita itu sangat
terkejut.
Tingkat kesulitan pergerakan itu benar–benar tinggi!
Tepat pada saat itu, kilatan dingin melintas di mata Ardika. Dia langsung
membalikkan belati yang dijepitnya dengan dua jarinya itu ke arah lawannya.
Dalam sekejap, belati itu langsung terbang ke arah dahi pembunuh bayaran wanita
itu.
Saking cepatnya pergerakan belati, ia seolah berubah menjadi seberkas cahaya.
Hanya terdengar suara bilah belati memecah udara, pembunuh bayaran wanita itu langsung terjatuh di lantai.
Seketika itu pula, darahnya langsung mengalir dengan deras. Dia bahkan belum sempat berteriak kesakitan sudah tergeletak di lantai.
Dia langsung tewas di tempat!
Melihat pemandangan itu, empat pembunuh bayaran pria lainnya tersentak. Mereka
langsung bergidik ngeri.
Mereka sama sekali tidak menyangka Ardika adalah lawan yang sangat tangguh.
Hanya dalam sekejap mata saja, pria itu sudah membunuh satu rekan mereka.
“Ayo kita serang bersama–sama!”
Empat orang pembunuh bayaran pria itu saling bertukar pandang dan berencana untuk menerjang ke arah Ardika secara bersamaan.
“Bam!”
Tiba–tiba, terdengar suara hantaman yang keras. Kemudian, pintu kayu vila yang
besar dan kokoh langsung runtuh.
Sekelompok pria berambut cepak dan memancarkan aura menakutkan memasuki
vila dan mengamati sekeliling vila dengan sorot mata tajam.
Pandangan mereka awalnya tertuju pada mayat pembunuh bayaran wanita yang
tergeletak di lantai, lalu beralih ke empat orang pembunuh bayaran pria. Sorot mata
mereka tampak sangat serius.
Orang–orang ini adalah buronan yang ditangkap oleh Sigit sore tadi, anak buah Billy.
Walaupun mereka sama–sama merupakan anak buah Billy, tetapi para buronan ini tidak mengenal empat pembunuh bayaran itu.
Namun, karena mereka sama–sama adalah buronan, mereka bisa merasakan aura
familier satu sama lain. Dalam sekejap, suasana di dalam vila berubah menjadi
tegang.
Saat ini, terdengar suara sirene mobil polisi tidak jauh dari sana.
Saraf–saraf para buronan yang baru saja melarikan diri dari mobil polisi langsung
menegang.
“Polisi sudah datang! Cepat bunuh beberapa orang ini, lalu ikat sisanya untuk dijadikan sandera, agar kita bisa bernegosiasi dengan polisi!”
Selesai berbicara, salah seorang buronan langsung menerjang ke arah empat orang
pembunuh bayaran itu.
Sementara itu, orang–orang lainnya mengikutinya dari belakang.
Di mata orang–orang ini, hanya empat orang pembunuh bayaran itu yang merupakan ancaman bagi mereka. Jadi, mereka ingin menghabisi empat orang itu
terlebih dahulu.
Adapun mengenai Ardika, Jesika dan Ganang, mereka anggap bukan apa–apa di
mata mereka.
Tanpa alasan yang jelas, dua kubu orang itu pun memulai pertarungan sengit
Dalam sekejap, bau amis yang menyengat menyebar di seluruh ruangan itu