Menantu Pahlawan Negara

Bab 217



Bab 217 Kecelakaan Medis

Tentu saja Ardika tidak akan mematuhi perintah itu.

Kilatan dingin melintas di matanya, dia ingin sekali turun tangan untuk memberi pelajaran pada pria di hadapannya ini.

Namun, begitu pemikiran itu melintas dalam benaknya, detik berikutnya dia mengerutkan keningnya.

Saat mengucapkan kata-kata itu Viktor begitu percaya diri, jelas-jelas ada yang tidak beres.

Dia mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran pada pria itu dan bertanya dengan suara rendah, “Apa maksudmu?”

Apa mungkin Luna sekeluarga berutang nyawa pada Keluarga Lasman?

Viktor mendengus dingin dan berkata, “Hei, berhenti berpura-pura bodoh di hadapanku. Kalau kamu nggak berani memenggal lehermu, jangan berlagak hebat di hadapanku dan biarkan aku menjadi ‘parasit’ sesuka hatiku!*

Selesai berbicara, dia mengeluarkan satu batang rokok lagi dan menyelipkannya ke mulutnya, lalu berbalik dan melenggang masuk ke dalam vila.

“Desi, buatkan aku teh, aku haus!”

Suara lantang terdengar dari dalam vila, seolah-olah Vila Cakrawala adalah milik keluarganya.Content © NôvelDrama.Org 2024.

Ardika menoleh, menatap Luna dan Handoko. “Sebenarnya apa utang keluarga kita kepada Keluarga Lasman?”

Luna menghela napas, lalu mulai menceritakan masa lalu keluarganya dengan Keluarga Lasman.

“Lima tahun yang lalu, saat ibuku masih bekerja sebagai wakil direktur departemen sebuah rumah sakit, terjadi kecelakaan medis, sehingga menyebabkan seorang pasien meninggal dunia ….”

Pasien yang meninggal dunia ini adalah kakak perempuan Viktor, Laura Lasman.

Karena kejadian itulah, Desi dikeluarkan dari rumah sakit dan surat izin bekerjanya dicabut.

Walaupun Desi selaku penanggung jawab sudah dihukum dan Keluarga Lasman sudah mendapat kompensasi dari rumah sakit, tetapi

wanita muda yang seumuran dengan Luna itu kehilangan nyawa di usia semuda itu telah menjadi sebuah simpul dalam hati Desi, bahkan menjadi simpul dalam hati seluruh anggota keluarga mereka. Mereka merasa sangat bersalah pada Keluarga Lasman.

Karena hal inilah, selama bertahun-tahun ini Keluarga Lasman sering mengungkit hal itu untuk mengajukan permintaan ini dan itu kepada keluarga Luna.

Tidak peduli betapa sulit pun kehidupan Luna sekeluarga, biarpun mereka harus memohon dan meminjam kepada orang lain, mereka

akan memenuhi permintaan Keluarga Lasman.

“Tapi, apa kompensasi yang keluarga kami berikan pada mereka selama bertahun-tahun ini belum cukup banyak?!”

Handoko berkata dengan marah, “Aku ingat saat aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas, Keluarga Lasman mendatangi orang tuaku untuk meminta uang sekolah Viktor. Orang tuaku bahkan memberikan uang sekolahku kepada Viktor. Setelah uang sekolahku

diberikan padanya, aku sendiri yang nggak punya uang untuk membayar uang sekolah lagi dan menjadi bahan tertawaan teman

sekelasku selama satu semester!”

Dia dan Viktor satu sekolah dan satu kelas di atas Viktor.

Bukan hanya tidak giat belajar, Viktor sering mengikuti sekelompok preman di luar sekolah, bahkan sering menindasnya.

Namun, orang tuanya selalu memintanya untuk bersabar, bahkan teman-teman sekelasnya menertawainya karena dia tidak berani memberikan perlawanan kepada adik kelas yang menindasnya.

Alasan-alasan inilah yang membuat Handoko tumbuh menjadi seorang pria yang lemah dan penakut.

Setelah mendengar penjelasan Luna dan Handoko, Ardika sudah paham.

Pantas saja sebelumnya Luna secara khusus berpesan padanya agar dia tidak mengungkit pengalaman medis Desi dulu.

Kala itu, dia sudah merasa pasti ada rahasia di balik hal ini, tetapi dia tidak menyangka ternyata menyangkut nyawa seseorang.

1/2

+15 BONUS

“Ayo kita masuk dan lihat apa lagi yang mereka minta kali ini.”

Luna berjalan memasuki vila dengan tidak berdaya.

Di dalam ruang tamu, sambil mengisap rokok, Viktor duduk di atas sofa yang bersih dengan santai sambil menggoyang-goyangkan kakinya dan menunjukkan ekspresi seolah semua orang berutang padanya.

Sepasang pria dan wanita paruh baya juga duduk di sofa sampingnya.

Mereka adalah orang tua Viktor, Darius dan Susi.

Sambil mengusap-usap jari-jari kakinya, Darius juga tampak mengisap rokok.

Sementara itu, Susi terlihat sedang menggigit kuaci, kulit-kulit kuaci berserakan di mana-mana.

“Kak Darius, Kak Susi, Viktor, silakan minum teh.”

Selesai menyeduh teh, Desi menyodorkan teh ke hadapan satu keluarga itu sambil tersenyum.

Darius langsung mengambil cangkir teh dan menyesapnya. Karena teh masih sangat panas, dia langsung meludahkan teh tersebut ke atas sofa.

Kemudian, dia memelototi Desi dan berkata dengan nada tidak senang, “Kamu bisa menyeduh teh atau nggak?! Panas sekali!”

Desi buru-buru meminta maaf dengan sopan.

“Desi, kenapa kamu nggak memberi tahu kami kamu sudah pindah rumah?”

Saat ini, Susi meludahkan kulit-kulit kuaci dan berkata, “Kalau bukan karena melihat berita hari ini, kami nggak akan tahu putrimu sudah menjadi manajer umum Grup Agung Makmur. Kalian bahkan sudah tinggal di vila mewah ini.”

“Kenapa? Apa kamu takut kami mengetahuinya?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.