Menantu Pahlawan Negara

Bab 479



Bab 479 Gedung Glori

Sebelumnya Ardika menghancurkan Keluarga Buana, Wulan bukan hanya tidak berterima kasih pada Ardika, melainkan membencinya setengah hati.

Ditambah lagi dengan dendam–dendam sebelumnya, tentu saja sekarang dia sangat senang melihat Ardika sudah hampir mati.

Dia berkata seolah bersenang–senang di atas penderitaan orang lain, “Ardika, setelah kamu mati, nggak butuh waktu lama, Luna pasti akan melupakanmu dan menikah dengan pria lain!”

“Apa kamu tahu Xavier, Tuan Muda Xavier yang kemarin datang itu?”

“Dia lebih tampan dan lebih kaya darimu. Latar belakang keluarganya juga lebih baik dibandingkan latar belakang keluargamu. Saat itu tiba, Luna akan menjalin hubungan dengannya. Sedangkan kamu, kamu sudah menjadi hantu yang bahkan nggak punya tempat untuk menangis!”

“Hahaha….”

Semua anggota Keluarga Basagita tertawa terbahak–bahak.

Awalnya Ardika memang tidak berencana untuk mencari perhitungan dengan orang–orang ini.

Namun, begitu mendengar kata–kata keterlaluan Wulan, dia menyipitkan matanya.

Kemudian, dia berjalan menghampiri mereka.

“Ardika, apa yang akan kamu lakukan?!”

Dalam sekejap, mata Wisnu langsung terbuka lebar.

Ardika tertawa dan berkata, “Karena aku sudah hampir mati, bagaimana kalau kamu dan Wulan memenuhi satu keinginanku?”

“Keinginan apa?”

Baik Wisnu maupun Wulan tercengang mendengar ucapan Ardika.

“Plak! Plak!”

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, Ardika langsung mengangkat lengannya dan melayangkan tamparan kepada dua orang itu, sampai–sampai mereka terjatuh ke lantai.

“Inilah keinginanku.”

Kemudian, Ardika berbalik dan pergi.

Di dalam ruang makan, terdengar suara teriakan histeris penuh amarah Wisnu dan Wulan.

“Ardika, dasar sialan!”

“Ah, ah, ah! Aku akan memotong–motong kamu hingga hancur berkeping–keping!”

Anggota Keluarga Basagita lainnya juga ikut melontarkan maklan.

Namun, setelah melihat Ardika berjalan keluar dari Kompleks Vila Bumantara, mereka menghela napas lega dan meninggalkan Vila Cakrawala.

Mereka sama sekali tidak khawatir Ardika melarikan diri.

Selama Ardika sudah keluar dari Kompleks Vila Bumantara, tidak peduli pria itu bersembunyi di mana pun, pihak Grup Lautan Berlian pasti bisa menemukannya.

Setelah berjalan keluar dari kompleks mewah itu, Ardika melihat Draco sudah menunggunya dengan bersandar di pintu mobil.

Pria itu tetap setia mengenakan kacamata hitamnya.

“Hari ini, aku pergi ke Gedung Glori untuk menyerahkan nyawaku. Apa kamu juga mau menemaniku mati?

Ardika berjalan menghampiri pria itu sambil tersenyum.

Setelah mengalami momen krisis yang tak terhitung jumlahnya, dia sama sekali tidak menganggap kematian sebagai hal yang tabu.

Kata–kata yang dilontarkan oleh Keluarga Basagita sebelumnya sama sekali tidak bisa membuat hatinya bergejolak lagi.

“Hehe, di dalam wilayah Negara Nusantara, nggak ada seorang pun yang bisa membunuh Bos. Aku akan mengantar Bos ke sana sekalian menyaksikan pertunjukan.”

Draco membukakan pintu mobil untuk Ardika sambil tersenyum cerah.

Setelah duduk di atas kursi empuk berbalut kulit asli itu, Ardika langsung menyandarkan tubuhnya.. Kemudian, dia melambaikan tangannya dan berkata, “Bukan saatnya untuk menyaksikan pertunjukan. Aku ingin melihat Edrik berakhir mengenaskan saat kebahagiaan yang menyelimuti hatiya sedang mencapai puncaknya. Kalau kamu ikut pergi, bagaimana aku bisa menyaksikan pertunjukan itu.”

Kota Banyuli tidak terlalu besar. Kalau Draco mengikutinya masuk ke dalam Gedung Glori, maka identitasnya tidak bisa disembunyikan lagi..

Dia tidak bisa menyaksikan pertunjukan yang telah dinantikannya lagi.

Selain itu, hari ini orang yang berpartisipasi dalam acara peringatan kematian Alden sangat banyak dan dari berbagai kalangan.

Dalam acara seperti itu, Ardika tidak ingin identitasnya sebagai dewa perang terungkap.

Draco menganggukkan kepalanya dengan acuh tak acuh dan berkata, “Oke, kalau begitu aku akan

menunggu di mobil. Setelah urusan Bos selesai, aku baru masuk untuk menyaksikan pertunjukan.”

Tak lama kemudian, mereka sudah tiba di Gedung Glori.

Hari ini, Gedung Glori didekorasi dengan unsur hiasan yang memperingati kematian Alden.

Karangan bunga yang diterima Grup Lautan Berlian untuk Alden berjejer sepanjang dari dalam Gedung

Glori hingga ke jalanan luar gedung.

Pihak kantor polisi pusat melakukan pembatasan lalu lintas di sepanjang jalan serta mengirim banyak. sumber daya manusia untuk mengatur ketertiban lalu lintas.

Gedung Glori bahkan menyediakan tempat parkir sementara di samping gedung. Di sana, tampak bermacam–macam mobil mewah berjejer dengan pelat yang berasal dari berbagai kota dan daerah.

Dua puluh tahun yang lalu, Aliansi Lautan Berlian berkembang dengan sangat signifikan.

Boleh dibilang, pengaruh Alden tidak hanya terbatas di Kota Banyuli, melainkan sudah menyebar ke Owned by NôvelDrama.Org.

seluruh Provinsi Denpapan.

Setelah Alden tidak berkecimpung di dunia preman lagi, kejayaan aliansi ini tidak seperti dulu lagi.

Namun, anak buah aliansi yang tak terhitung jumlahnya tersebar di dunia preman di berbagai kota dan

daerah.

Menurut Informasi yang beredar, ketua–ketua preman di beberapa dunia prema inar Provinsi Denpapan dulunya adalah anak buah Alden.

“Kekuatan Aliansi Lautan Berlian begitu luar biasa, wajar saja kalau hanya satu anak buah Alden, yaitu Titus yang maju sudah membuat Billy melarikan diri hingga terbirit–birit.”

“Billy berpikir untuk menggantikan Alden? Benar–benar nggak tahu diri.”

Setelah mengamati situasi di luar sesaat, Ardika baru membuka pintu mobil dan keluar dari mobil.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.