Menantu Pahlawan Negara

Bab 478



Bab 478 Membantumu Mengambil Mayatmu

“Ardika?”

Tina sedikit kebingungan.

Saat itu. Titus pergi ke pusat penahanan Kota Banyuli untuk membunuh Ardika, tetapi kembali tanpa

hasil.

Seluruh anggota Aliansi Lautan Berlian benar–benar kebingungan.

Siapa sangka, ternyata saat itu Ardika sudah membuktikan dirinya tidak bersalah.

Hal yang lebih membuat Tina penasaran adalah bagaimana cara Ardika memperoleh kepercayaan Titus.

Namun, pria itu tidak menjawab pertanyaannya.

“Kalau begitu, mengapa Paman Titus membawaku ke sini?”

Tina terpaksa mengubah pertanyaannya,

“Ardika yang memintaku untuk melakukannya.”

Titus tetap menjawab pertanyaan Tina dengan singkat.

Tina makin terkejut.

Di seluruh Grup Lautan Berlian, Titus hanya tunduk pada Alden dan memandang rendah semua orang. Mengapa orang sepertinya malah mendengar ucapan Ardika?!

Tina juga sudah memahami kepribadian Titus.

Pria itu tidak akan menjawab pertanyaan yang tidak ada artinya.

Jadi, dia memutuskan untuk tidak bertanya.

Dia berkata, “Paman Titus, kali ini aku pergi ke Kota Serambi sudah memperoleh bukti Edriki, encelakai ayahku….

Titus mengangkat lengannya untuk menyela Tina, “Ardika sudah memberitahuku.”

“Pergi istirahatlah.” Exclusive content © by Nô(v)el/Dr/ama.Org.

“Besok, acara peringatan kematian Kak Alden diselenggarakan di Gedung Glori. Kita berpartisipasi

dalam acara itu bersama.”

Selesai berbicara. Titus tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi.

Tina hanya bisa pergi dengan berbagai pertanyaan memenuhi benaknya.

Dengan kepribadian Titus, begitu tahu Edrik adalah pengkhianat yang telah membunuh Alden, dia pasti akan bergegas pergi membunuh Edrik.

Namun, sekarang pria itu malah tampak tenang, seakan–akan sedang menunggu waktu yang tepat.

Mengingat Titus sudah menyebut Ardika berkali–kali, dia berasumsi apakah kali ini pria itu setenang ini juga karena arahan dari Ardika.

Makin memikirkannya, Tina makin merasa semua ini tidak nyata.

Kesan yang Ardika berikan padanya sangat buruk.

Selain pandai membual dan mengandalkan orang lain untuk mencapai atau memperoleh sesuatu, pria itu tidak punya kemampuan lain lagi.

Walaupun karena telah memfitnah Ardika atas kematian Alden membuat Tina merasa bersalah pada

pria itu, tetapi pandangan rendahnya terhadap Ardika seolah sudah mendarah daging.

Dia tidak percaya Ardika bisa menjadi orang yang membalikkan keadaan.

Keesokan harinya.

Saat Ardika sudah meninggalkan Vila Cakrawala, Luna masih tertidur lelap.

Setelah bangun tidur, Ardika secara khusus pergi ke kamar Luna untuk melihat wanita itu, seolah–olah

setelah hari ini berlalu dia akan meninggalkan keluarga ini untuk selamanya.

Desi tidak menghentikannya.

Biasanya, dia pasti akan mewaspadai Ardika seperti mewaspadai pencuri dan tidak membiarkannyal

masuk ke kamar Luna.

Ekspresi Luna sudah tampak lebih membaik dibandingkan kemarin.

Kejadian yang terjadi dua hari ini benar–benar membuat wanita itu kelelahan baik fisik maupun mental. Jadi, memang sebaiknya dia beristirahat dengan baik.

“Sayang, tunggu aku pulang.”

Setelah membisikkan satu kalimat singkat itu, Ardika berjinjit keluar dari kamar, menutup pintu kamar

dengan perlahan, lalu menuruni tangga.

Di lantai bawah, Keluarga Basagita sedang memonopoli ruang makan mereka dan sedang memakan

sarapan.

“Th….”

Melihat Ardika turun, seolah–olah merasa jijik dan tabu melihat orang yang sudah hampir mati itu.

kebanyakan dari anggota Keluarga Basagita memalingkan wajah mereka dan tidak melihatnya.

Ada pula yang tidak merasa hal itu adalah hal yang tabu.

Wisnu berkata dengan nada menyindir, “Ardika, nanti aku akan mengajukan permohonan kepada pihak Grup Lautan Berlian untuk membantumu mengambil mayatmu. Selain itu, aku juga akan mengeluarkan puluhan juta untuk membeli peti mati dan memilih sebuah kuburan untukmu, agar paling nggak kamu

bisa beristirahat dengan baik di alam sana.”

Wulan memasang ekspresi cemberut dan berkata, “Untuk apa mengeluarkan uang sebanyak itu untuk seorang pecundang sepertinya? Sebaiknya uang puluhan juta itu digunakan untuk mempercantik diri. membeli tas baru dan sebagainya.”

“Wulan, kamu nggak mengerti.”

Wisnu terkekeh dan berkata, “Bagaimanapun juga, idiot itu pernah menjadi bagian dari Keluarga Basagita, Biarpun memelihara seekor anjing, juga pasti ada perasaan, bukan? Apalagi seorang manusia.

“Kalau kita mengurus mayatnya dan memberinya tempat peristirahatan yang lain, paling nggak orang luar nggak akan mengatai kita nggak berhati nurani.”

Semua orang menyetujui ucapan Wisnu.

“Benar juga. Kalau begitu, aku akan mengeluarkan uang puluhan juta itu.”

Wulan melambaikan tangannya dengan bangga. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Ardika dan berkata, “Ardika, kamu sudah dengar ucapanku, ‘kan? Cepat berterima kasih padaku! Kalau nggak, mati pun kamu nggak ada kuburan yang layak!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.