Menantu Pahlawan Negara

Bab 477



Bab 477 Kuil Cetiya

Menghadapi tindakan semena–mena Tuan Besar Basagita dan yang lainnya, Desi benar–benar tidak berdaya.

Saat ini, dia juga malas untuk berdebat dengan sekelompok orang itu. Dia langsung berbalik dan naik ke lantai atas.

Di balkon lantai dua, Luna sedang menggandeng lengan Ardika dengan erat dan berkata pada pria itu dengan sungguh -sungguh, “Ardika, tadi aku nggak

bercanda. Besok aku akan menemanimu ke Gedung Glori, aku akan menemanimu menghadapi masalah apa pun!”

Melihat air mata terus menetes

membasahi pipi Luna, melihat matanya memerah dan membengkak, Ardika mengulurkan tangannya dan menyeka air mata istrinya dengan ibu jarinya.

Memiliki seorang istri sebaik Luna, dia sudah sangat puas.

“Oke, besok kita pergi ke sana bersama.

Bab 477 Kuil Cetiya

Aku ingin kamu melihat sendiri bagaimana akhir dari Edrik si bajingan itu.”

Semua orang beranggapan bahwa besok Ardika pergi ke Gedung Glori, pasti akan mati.

Namun, Ardika sendiri tahu dia akan baik -baik saja.

Karena Luna ingin ikut bersamanya, maka dia akan membawa istrinya ke sana.

Kebetulan sekali, dia ingin membiarkan istrinya melihat sendiri Edrik berakhir dengan mengenaskan dan melampiaskan kekesalannya.

“Oke!”

Luna menganggukkan kepalanya.

Dalam lubuk hatinya, dia menghela

napas.

Dia beranggapan bahwa pemikiran Ardika terlalu sederhana.

Kemungkinan, besok mereka akan menghadapi bahaya yang besar.

Bab 477 Kuil Cetiyal

“Ardika, kamu mengatakan kamu

mencintai Luna, seharusnya kamu nggak membawa Luna menghadapi bahaya bersamamu.”

Saat ini, Desi tiba–tiba menghampiri mereka dan berkata dengan marah,”

Kalau besok kamu berani membawa Luna ke Gedung Glori, aku nggak akan memaafkanmu selamanya!”

Dia tahu dia tidak bisa membujuk putrinya, jadi dia hanya bisa meminta Ardika untuk menghentikan putrinya.

Ardika mengerutkan keningnya. Dia memang hendak berbicara, tetapi dia mengurungkan niatnya.

Dia tahu Desi masih tidak percaya bahwa dia mampu menyingkirkan Edrik.

Jadi, tidak ada gunanya dia banyak bicara.

Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Luna dan berkata, “Sayang, besok kamu pergi ke perusahaan dan urus

pekerjaanmu saja, ya. Tunggu aku pulang.

Bab 477 Kuil Cetiya

Luna menggelengkan kepalanya dan berkata, “Nggak, aku mau ikut bersamamu….”

Sebelum dia sempat menyelesaikan

kalimatnya, tiba–tiba Ardika

mengulurkan lengannya ke leher Luna dan mencubit leher istrinya perlahan.

Luna langsung tidak sadarkan diri.

Namun, sejak awal dia sudah melingkarkan satu lengannya di pinggang ramping Luna. Jadi, begitu Luna kehilangan kesadaran, dia langsung

memeluk wanita itu.

Melihat pemandangan mengejutkan itu, Desi sama sekali tidak sempat berpikir. Secara naluriah, dia langsung menegur Ardika, “Ardika, apa yang kamu lakukan terhadap Luna?!”

“Jangan khawatir, Luna hanya tertidur. Dia akan tertidur hingga besok pagi. Saat itu tiba, aku sudah pergi ke Gedung Glori.

I

Setelah melontarkan kata–kata itu

Bab 477 Kuil Cetiya

dengan datar, Ardika langsung

menggendong Luna dan membawanya ke dalam kamar.

Akhirnya Desi bisa menghela napas lega.

Namun, mengingat pemandangan tadi, hatinya diliputi oleh tanda tanya.

‘Hanya dengan satu cubitan pelan saja sudah bisa membuat Luna nggak

sadarkan diri dan tertidur? Efek

pergerakannya itu bahkan lebih efektif

dibandingkan anestesi. Sebenarnya,

bagaimana caranya dia bisa

melakukannya?‘

Sosok menantu yang selama ini dia anggap tidak bisa apa–apa itu, kini malah memberinya sebuah kesan misterius

yang tidak bisa dideskripsikan dengan kata–kata.

Malam pun tiba.

Di sebuah gunung tanpa nama yang berjarak ratusan kilometer dari Kota Banyuli, terdapat sebuah kuil yang bernama Kuil Cetiya.

Bab 477 Kuil Cetiya

Tidak banyak dupa yang menyala di Kuil Cetiya.

Biasanya, hanya ada segelintir orang

yang datang mengunjungi kuil ini dan bersembahyang. Content © NôvelDrama.Org 2024.

Tempat ini adalah tempat pelatihan Titus selama dua puluh tahun.

Sejak Tina ikut pergi bersama Titus,

mereka berada di sini.

“Paman Titus, mengenai kematian ayahku, apa nggak ada yang ingin Paman tanyakan kepadaku?”

Sepanjang perjalanan ke Kuil Cetiya, Tina terus memikirkan bagaimana caranya untuk meyakinkan Titus agar teman lama ayah angkatnya itu memercayai dirinya.

Namun, siapa sangka setelah membawanya ke sini, Titus malah

mengabaikannya.

Pria itu tidak bertanya padanya, juga

tidak membunuhnya.

Bahkan, pada malam harinya, ada orang

Bab 477 Kuil Cetiya

yang secara khusus mengantarkan makanan vegetarian untuknya.

Setelah memikirkan tujuan tindakan Titus cukup lama dan tidak menemukan jawabannya, pada akhirnya Tina menemui Titus dan bertanya langsung padanya.

Titus sedang duduk bersila dan memejamkan kedua matanya.

Mendengar pertanyaan Tina, dia hanya berkata dengan datar, “Kamu nggak perlu bertanya lagi. Sebelumnya, aku sudah pergi menemui Ardika. Dia sudah membuktikan bahwa dia bukan

pembunuh Kak Alden. Jadi, kamu juga bukan.” (


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.