Menantu Pahlawan Negara

Bab 273



Bab 273 Aku Lebih Tertarik pada Bu Arini

Mendengar ucapan Bejo, Arini sangat terkejut.

Dia tidak berani mengincar tokoh hebat seperti Ardika. Dia buru–buru memberi

penjelasan. “Pak Bejo, kami hanya berteman biasa. Aku hanya membantunya

membeli vila.”

Arini tahu Ardika tidak suka menonjolkan diri, jadi dia tidak memperkenalkan pria itu sebagai presdir Grup Sentosa Jaya. Content held by NôvelDrama.Org.

Kalau tidak, Bejo pasti akan terkejut setengah mati.

Setelah mendengar penjelasan Arini, Bejo baru merasa lega. Dia mengamati Ardika

dari ujung kepala ke ujung kaki. Melihat penampilan Ardika biasa–biasa saja, samar-

samar ekspresi meremehkan terlihat di wajahnya.

Bagaimana mungkin pria berpenampilan biasa saja seperti itu sanggup membeli

vila?

Apa Arini sedang bercanda?

Bejo berasumsi bahwa pria itu adalah pria yang dipelihara oleh Arini.

Dia sama sekali tidak menyangka Arini yang biasanya terlihat terhormat dan suci

itu, diam–diam seliar ini.

Dia makin percaya diri bisa menaklukkan Arini.

“Oke, kalau begitu, ayo kita masuk ke dalam dan lihat–lihat.”

Bejo memimpin kedua orang itu masuk ke dalam vila nomor sembilan.

Setelah berkeliling satu putaran, Ardika merasa cukup puas.

Walaupun sudah lama tidak ditinggali, tetapi vila tetap dirawat dan dibersihkan

secara rutin, jadi tetap tertata rapi dan bersih.

Dekorasi dan tata letak barang–barang di dalam vila juga tetap sama seperti saat masih ditinggali oleh Delvin sekeluarga dua tahun yang lalu.

Ardika juga melihat kolam kecil yang dibangun secara pribadi oleh Delvin untuk Livy. Namun, ikan mas dan kura–kura yang dipelihara di dalam kolam sudah tiada.

Setelah mereka pindah kembali ke sini, baru membeli ikan mas dan kura–kura

untuk dipelihara lagi saja.

“Bagaimana, Bu Arini? Apa kamu puas dengan vila ini?”

Pandangan Bejo tetap terpaku pada tubuh indah Arini, bahkan bola matanya seolah-

olah akan masuk ke dalam kerah pakaian wanita itu.

Arini melirik Ardika. Melihat pria itu menganggukkan kepalanya, Arini baru

menghela napas lega.

“Ya, cukup memuaskan. Pak Bejo, silakan langsung buka harganya.”

“Karena Bu Arini langsung memintaku membuka harga, maka aku nggak akan

berbasa–basi lagi.”

Bejo tersenyum dan berkata, “Tiga ratus miliar, nggak bisa ditawar lagi. Kami akan mengurus semua prosedurnya dan langsung bisa ditinggali, jadi nggak ada yang

perlu kamu pikirkan lagi.”

“Tiga ratus miliar? Pak Bejo, kenapa begitu naik, harganya langsung naik sebesar

seratus empat puluh miliar?”

Ekspresi Arini langsung berubah.

Sebelumnya, dia sudah memeriksa pengumuman bahwa dua tahun yang lalu, vila nomor sembilan ini disita oleh pihak bank dengan harga 160 miliar.

Begitu menyebut harga, pria paruh baya itu langsung menambah sebesar 140 miliar.

Hal ini benar–benar di luar nalar.

Lagi pula, dia juga tidak bisa mengeluarkan uang sebanyak itu.

“Bu Arini, harga ini ditetapkan oleh bank berdasarkan harga pasar. Harga ini cukup masuk akal,” kata Bejo dengan tenang.

Kalau bukan karena mengetahui Arini terburu–buru ingin membeli vila ini, dia juga

tidak akan menyebut harga setinggi ini untuk menaklukkan wanita itu.

#15 BONUS

“Pak Bejo, kami datang dengan tulus ingin membeli vila ini. Harga 300 miliar memang terlalu mahal.”

Ardika juga mengerutkan keningnya.

Walaupun dia tidak kekurangan uang, tetapi dia juga tidak akan membiarkan orang lain mengambil keuntungan sebesar ini darinya.

“Ya, Pak Bejo. Seharusnya pihak bank juga ingin segera menjual vila ini untuk digantikan dengan dana cair, bukan? Bagaimana kalau kita diskusikan lagi dan mencoba untuk menyepakati harga yang bisa diterima oleh kedua belah pihak,” kata Arini.

Dia tahu dua hari ini sistem Bank Banyuli mengalami perubahan yang signifikan. Kepala bank dari setiap bank besar sudah diberhentikan.

Para kepala bank baru merasakan tekanan dua kali lipat lebih berat dan sedang berusaha keras untuk mengembangkan bisnis perbankan mereka.

Harga setinggi ini pasti masih ada ruang untuk bernegosiasi.

Seolah–olah sangat kesulitan, Bejo menganggukkan kepalanya.

“Oke, dengan mempertimbangkan Bu Arini, aku bersedia untuk mendiskusikannya kepadamu. Tapi, aku hanya ingin mendiskusikan hal ini empat pada dengan Bu Arini. Adapun mengenai bocah ini….”

Pria itu menatap Ardika dengan tatapan meremehkan, lalu berkata tanpa ragu,” Kamu suruh dia pergi dari sini!”

Jantung Arini langsung berdebar kencang..

Bejo benar–benar cari mati. Beraninya dia bersikap kurang ajar kepada Ardika seperti itu!

Dia berasumsi Ardika pasti akan marah besar.

Namun, anehnya Ardika hanya menatap Bejo dengan lekat sejenak tanpa melampiaskan amarahnya.

“Oke, kalian diskusikan saja.”

Selesai berbicara, Ardika langsung berbalik dan naik ke balkon lantai dua. Pria itu

tampak membelakangi mereka dan menikmati pemandangan di luar.

Melihat Ardika patuh saja pada ucapannya, Bejo makin menjadi–jadi.

Dia langsung berjalan ke arah pintu dan menutup pintu agar Ardika tidak bisa masuk. Kemudian, dia berbalik dan tersenyum. “Bu Arini, sekarang saatnya kita

erdua berdiskusi.”

Arini mengerutkan keningnya, tetapi dia tidak berpikir banyak.

Dia hanya beranggapan Bejo ingin membahas tentang komisi dengannya dan tidak boleh didengar oleh Ardika.

“Pak Bejo, jujur saja, kalau aku bisa membeli vila ini dengan harga seratus enam puluh miliar, aku bisa memberi sedikit komisi untuk Pak Bejo….”

Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, ucapannya sudah disela.

“Kita nggak perlu membicarakan tentang bonus terlebih dahulu.”

Bejo menatap wanita di hadapannya dengan tatapan mesum, lalu menjilat bibirnya dan berkata, “Sebenarnya, kalau dibandingkan dengan komisi, aku lebih tertarik dengan Bu Arini.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.