Bab 274
Bab 274 Menggunakan Trik Tipuan
“Pak Bejo, apa maksudmu?!”
Arini mengerutkan keningnya.
Dia tidak bodoh, dia langsung menyadari maksud Bejo.
Sebagai seorang wanita cantik yang berkecimpung di dunia bisnis, dia sudah terlalu
sering bertemu dengan pria seperti Bejo.
Melalui sorot mata mereka, orang–orang itu seolah–olah ingin menelanjanginya.
Namun, dia tidak menyangka Bejo berencana memanfaatkan hal ini untuk
menundukkannya.
“Ayolah, Bu Arini. Kita sama–sama orang yang sudah berpengalaman. Kamu nggak
perlu berpura–pura lagi di hadapanku. Selama Bu Arini bersedia tidur denganku, aku Property belongs to Nôvel(D)r/ama.Org.
akan menjual vila nomor sembilan ini kepadamu dengan harga 160 miliar.”
“Hanya dengan tidur denganku, kamu sudah bisa menghemat 140 miliar. Bu Arini
adalah orang yang ahli dalam berbisnis, tentu saja kamu tahu transaksi ini sangat.
menguntungkan, bukan?”
Bejo terkekeh.
Pria mesum itu menatap Arini dari ujung kepala ke ujung kaki, napasnya juga mulai terdengar berat.
“Pak Bejo, apa kamu menganggapku bocah berumur tiga tahun?!”
Arini langsung berdiri, dia menatap Bejo dengan tatapan marah dan berkata, “Harga
terendah yang ditetapkan oleh atasanmu atas vila nomor sembilan ini adalah 160
miliar!”
Bejo sengaja menaikkan harga menjadi 300 miliar hanya untuk menundukkannya,
agar dia bersedia tidur dengan pria mesum itu.
Sebenarnya, dia yang dirugikan, tetapi pria itu malah membuat skenario seolah–olah dia yang sudah mendapatkan keuntungan besar.
Dia bisa membaca niat licik Bejo dengan sangat jelas.
Ekspresi Bejo langsung berubah.
Kemudian, dia tertawa dan berkata, “Bu Arini, kamu benar–benar cerdas. Aku sangat
senang membicarakan bisnis dengan wanita cerdas. Tapi, sepertinya Bu Arini
sangat mendambakan vila ini. Satu hal yang perlu kamu ketahui, aku yang
menentukan apakah bersedia menjual vila ini atau nggak!”
Bejo masih menatap Arini dengan tatapan mesum. Sejak awal, dia sudah tahu
keinginan Arini untuk membeli vila nomor sembilan ini sangatlah besar. Jadi, dia
berbicara pada wanita itu dengan nada seolah–olah dia yang memegang kendali atas
situasi saat ini.
Ekspresi Arini berubah lagi dan lagi.
Dia memang harus membeli vila nomor sembilan ini.
Dia ingin menggunakan berbagai macam cara untuk menebus kesalahannya pada keluarga Delvin dan mendapat pengampunan Ardika.
Hari ini, dia sengaja mengajak Ardika datang bersamanya karena ingin
menunjukkan kinerjanya kepada pria itu.
Kalau hal sepele seperti ini saja dia tidak bisa melakukannya dengan baik, maka usaha kerasnya selama ini akan sia–sia saja.
Saat dia sedang sibuk memikirkan hal–hal itu, Bejo sudah berdiri dan berjalan menuju ke hadapannya.
“Bu Arini, sebelum kamu datang ke sini, aku sengaja menyuruh orang untuk membersihkan vila ini, bahkan seprei di kamar utama baru saja diganti yang baru. Semua persiapan itu kulakukan untuk detik ini.”
“Ayolah, aku sudah nggak sabar untuk menikmati momen indah bersama Bu Arini!”
Sambil berbicara, Bejo sudah mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk Arini.
“Bam!”
Tepat pada saat ini, tiba–tiba terdengar suara tendangan yang keras. Pintu kamar
sudah ditendang hingga terbuka dari luar!
Saking terkejutnya, sekujur tubuh Bejo gemetaran. Dia melemparkan sorot matal
marah ke arah pintu.
Setelah melihat dengan jelas orang yang menendang pintu adalah Ardika, dia langsung menggertakkan giginya dan berkata dengan kesal, “Siapa yang mengizinkanmu masuk?! Cepat keluar dari sini dan berjaga di luar!”
Pria itu sama sekali tidak menganggap serius Ardika, bahkan dia meminta Ardika untuk berjaga di depan pintu saat dia sedang menikmati momen indahnya meniduri
seorang wanita cantik.
Ardika langsung memasuki kamar tanpa ekspresi, lalu mengulurkan tangannya
untuk menarik Arini.
Kemudian, dia menendang tubuh gemuk Bejo hingga terpental dan menghantam
dinding dengan keras.
Bejo langsung meringis kesakitan, dia merasa tulang–tulang di sekujur tubuhnya. seolah sudah remuk.
Arini menatap Ardika dengan tatapan terkejut dan berkata dengan penuh rasa terima kasih, “Ardika, terima kasih sudah menyelamatkanku!”
Awalnya dia mengira walaupun dia ditiduri oleh Bejo, Ardika juga tidak akan memedulikannya.
Mungkin saja pria itu bahkan tidak akan mengedipkan matanya sama sekali.
Siapa suruh dulu dia sudah menghancurkan hidup Delvin.
Namun, Ardika tetap datang tepat waktu untuk menghentikan Bejo.
“Ini adalah rumah sahabatku, aku nggak ingin orang lain mengotori tempat ini.”
Ardika melontarkan satu kalimat itu tanpa ekspresi.
Arini menggigit bibirnya, dia tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.
“Uhuk, uhuk….
Bejo batuk darah dan berusaha duduk dengan susah payah.
“Dasar sialan! Beraninya kamu memukulku?!”
Dia menoleh, memelototi Ardika dan berkata dengan gigi terkatup, Tadi kamu
bilang vila ini adalah milik sahabatmu? Apa maksudmu Delvin yang sudah mati itu?
Dengai baik–baik, hari ini kalau kamu nggak berlutut dan memohon padaku, aku
nggak akan menjual vila ini kepadamu!”
Ucapan Ardika tadi adalah penghinaan yang besar baginya.
Dia tertawa dingin, lalu berkata dengan kejam, “Aku akan menjual vila ini kepada tuan muda kaya yang suka memainkan wanita! Aku pastikan vila sahabatmu ini
akan sangat kotor!”